Say No To Hoax, Profesor !

  • Whatsapp
banner 468x60

Catatan : Fransiscus Manurung

PALU — Kemarin, hari Senin (29/5-2023) Prof. Denny Indrayana bikin kejutan, dengan menyebar hoax. Denny mengaku mendapat informasi dari sumber yang sangat dipercaya kredibilitasnya bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengabulkan permohonan uji materiil sistem pemilu yang isinya bakal mengubah sistem pemilu menjadi proporsional tertutup. Dari sembilan hakim konstitusi, enam diantaranya mengabulkan permohonan, sedangkan tiga lainnya menyatakan pendapat yang berbeda (dissenting opinion). Padahal, pemeriksaan perkara yang dimaksud, baru pada tahap pengajuan konklusi hukum dari para pihak, dijadwalkan pada tanggal 31 Mei 2023.

Perkara yang yang dimaksud Prof. Denny adalah perkara konstitusi No.114/PUU-XX/2022, tanggal 16 November 2022, yang diajukan pemohon Demas Brian Wicaksono, dkk untuk uji materiil pasal 168 ayat (2) UU Pemilu, yang rumusannya, “Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kab/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka”.

Menurut pemohon, pasal 168 ayat (2) tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, sepanjang frasa “proporsional” tidak dimaknai sistem propirsional terbuka, dengan argumantasi konstitusionalitas, sebagai berikut :

Pertama, norma sistem proporsional terbuka yang mengarusutamakan perolehan suara terbanyak perseorangan/individu dalam pemilihan calon anggota DPR,DPRD prov/kab/kota menyimpangi maksud dari konstitusi pada pasal 18 ayat (3) dan pasal 19 UUD 1945 ;

Kedua, sistem pemilu proporsional berbasis suara terbanyak, telah dibajak oleh calon anggota legislatif (caleg) pragmatis yang hanya bermodal popular elektoral tanpa ada ikatan ideologis dan struktural dengan partai politik.

Ketiga, sistem proporsional terbuka melahirkan liberalisme politik atau persaingan bebas antar caleg. Mestinya kompetisi yang terjadi di arena pemilu adalah kompetisi antarpartai politik. Sebab, partai politiklah yg menjadi peserta pemilu, seperti yang ditetapkan dalam Pasal 22E ayat (3) UUD 1945.

Keempat, pelaksanaan sistem proporsional terbuka membutuhkan biaya sangat mahal sehingga menciptakan kompetisi antar caleg secara tidak sehat dan mendorong para caleg melakukan kecurangan.

Dalam sejarah pemilu di Indonesia, sistem pemilu proporsional terbuka dilaksanakan pertama kali pada pemilu 2009. Sebelumnya, – sejak pemilu pertama kali pada tahun 1955 hingga pemilu 2004, pemilu legislatif di Indonesia menggunakan sistem proporsional tertutup.

Perubahan sistem pemilu dari proporsional tertutup menjadi proporsional terbuka ditetapkan melalui UU No.10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Hal mana diatur pada pasal 5 ayat (1) yang menetapkan bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD prov, kab dan kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

Pemilu serentak 2024 – yang tahapannya saat ini sedang berproses – dilaksanakan berdasarkan UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) menganut sistem proporsional terbuka, sebagaimana ditetapkann pada pasal 168 ayat (2), yang saat ini sedang diuji materiil di MK.

Lalu, akan ke arah manakah sikap MK, proporsional terbuka atau kembali ke proporsional tertutup ?

UUD 1045 mengamanatkan pemilu yang demokratis, namun tidak menentukan sistem apa yang akan digunakan dalam pemilu. Hal ini berarti, penentuan sistem pelaksanaan pemilu, apakah proporsional terbuka atau pun proporsional tertutup, merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang menjadi kewenangan pembuat undang-undang.

Menurut hemat saya, memilih sistem proporsional terbuka lebih rasional ketimbang sistem proporsional tertutup karena sistem proporsional terbuka lebih selaras dengan prinsip kedaulatan rakyat dalam UUD 1945, dengan argumentasi sbb :

a. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat sehingga harus dimaknai bahwa dalam berbagai kegiatan pemilu, baik pemilu presiden, legislatif dan bahkan pemilu kepala daerah, rakyatlah yang langsung memilih siapa yang dikehendakinya.

b. Dalam negara demokrasi, prinsip kedaulatan rakyat merupakan prinsip konstitusi yang sangat mendasar, dimana rakyatlah yang berdaulat. Rakyatlah yang langsung memilih dan menentukan siapa yg dikehendakinya. Meskipun harus diakui bahwa rekruitmen pimpinan politik diperankan oleh partai politik sebagai peserta pemilu, namun harus dibatasi agar partai politik tidak boleh sampai melanggar prinsip kedaulatan rakyat, yang merupakan prinsip konstitusi yang paling mendasar dan tidak dapat dikesampingkan.

c. Pasal 22 E UUD 1945 mengamanatkan agar penyelenggaraan pemilu yang lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat seluas-luasnya atas prinsip demokrasi, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil harus menjadi landasan utama untuk dikembangkan dan diimplementasikan oleh undang- undang mengenai pemilu. Rakyat sebagai subyek utama dalam prinsip kedaulatan rakyat, tidak hanya ditempatkan sebagai obyek oleh partai politik peserta pemilu dalam mencapai kemenangan semata.

d. Adanya keinginan rakyat untuk memilih dan menentukan wakil-wakilnya yang diajukan oleh partai politik peserta pemilu, sesuai dengan kehendak dan keinginannya, dapat terwujud manakala sistem pemilu dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Dengan sistem ini, rakyat dapat secara bebas memilih dan menentukan calon legislatif dengan harapan agar wakil yang terpilih tidak hanya mementingkan kepentingan partai politik,

Dengan diberikan hak kepada rakyat secara langsung untuk memilih dan menentukan pilihannya, di samping memberikan kemudahan bagi pemilih untuk menentukan pilihan sesuai keinginannya, juga lebih adil, baik bagi pemilih maupun bagi calon anggota legislatif tersebut, karena kemenangan seorang calon untuk terpilih tidak lagi digantungkan pada partai politik peserta pemilu, tetapi sampai sejauh mana besarnya dukungan yang diberikan rakyat kepada calon anggota legislatif tersebut.
e. Atas dasar filosofi dari setiap pemilihan atas Orang untuk menentukan pemenang berdasarkan suara terbanyak, maka penentuan calon terpilih harus pula didasarkan pada siapapun calon anggota legislatif yang mendapat suara terbanyak secara berurutan, dan bukan atas dasar nomor urut kecil yang ditetapkan oleh partai politik.

Berdasarkan argumentasi tersebut dan juga mengingat keberadaan MK sebagai peradilan konstitusi, tidak hanya ditempatkan (menempatkan diri) menjadi the guardian of the constitution tetapi juga berperan sebagai pengawal demokrasi dan pelindung hak-hak asasi manusia, maka saya meyakini MK akan menolak permohonan uji materiiil pasal 168 (ayat) 2 UU Pemilu tersebut, secara keseluruhan, sehingga pemilu serentak 2024 tetap dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

Say No To Hoax, Profesor !

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *