BUSERINVESTIGASI.COM, PALU – Beredarnya informasi disejumlah media online terkait dugaan penyalahgunaan dana sumbangan korban bencana Pasigala (Palu, Sigi, Donggala) yang dikelola Kwarda Gerakan Pramuka Sulawesi Tengah, telah mengundang perhatian Koalisi Rakyat Anti Korupsi (KRAK) Sulawesi Tengah untuk ikut memberikan tanggapan.
Hal ini disampaikan langsung Koordinator KRAK Sulteng Harsono Bereki, S. Sos, kepada wartawan Buserinvestigasi.com melalui saluran telepon jumat malam (19/6/2020).
“Kasus dugaan penyalahgunaan keuangan di Kwarda Gerakan Pramuka Sulteng itu akan kita kawal agar proses penanganannya secara internal (pemetirsaan LPK-red) dapat berjalan transparan, karenanya nanti kita akan kawal melalui mekanisme UU Keterbukaan informasi publik (KIP) , ” tegas Harsono Bereki.
Dikatakan, meskipun penanganan dugaan kasus keuangan di Kwarda Gerakan Pramuka Sulteng itu dilakukan lewat mekanisme pemeriksaan internal, namun karena sumber dana yang diduga disalah gunakan adalah sumbangan atau bantuan korban gempa, maka pihaknya sebagai lembaga anti korupsi merasa berkepentingan untuk ikut masuk mengawal soal tersebut.
Mekanisme UU KIP, kata Harsono Bereki, akan digunakan sebagai salah satu perangkat untuk. Membuka secara utuh dugaan persoalan keuangan di Kwarda Gerakan Pramuka Sulawesi Tengah. “Karenanya, KRAK dalam waktu dekat akan segera mengajukan permintaan informasi terkait pengelolaan anggaran di Kwarda Pramuka Sulteng,” tandas Harsono dari balik telepon, jumat malam (19/6/2020).
Sebelumnya diberitakan media ini, Wakil sekretaris Kwartir Daerah (kwarda) Gerakan Pramuka Sulawesi Tengah (Sulteng), Hutabri diperiksa Lembaga Pemeriksa Keuangan (LPK) Kwarda Sulteng, menyusul dugaan penyalahgunaan uang sumbangan untuk korban gempa, likuifaksi dan tsunami palu, 28 september 2018 silam.
Berdasarkan data yang ada, sumbangan dana yang diduga disalahgunakan tersebut adalah hasil penggalangan dari beberapa Kwarda di Indonesia yang merasa prihatin atas bencana kemanusiaan yang maha dasyat saat itu.
Adapun jumlah penggalangan sumbangan itu tidak kurang Rp1,5 miliar yang langsung ditransfer melalui rekening Kwarda Sulteng.
Alih-alih dana dari sejumlah Kwarda yang ditransfer ke kas Kwarda Sulteng itu sampai ke ke tangan pengungsi, malah terindikasi disalah gunakan wakil sekretaris Hutabri, hingga akhirnya dia diperiksa LPK.
Tidak hanya itu, kasus Hutabri ini juga memicu polemik internal pengurus kwarda, karena menurut mereka pengelolaan dana sumbangan di kas kwarda seharusnya langsung dibawa kendali bendahara Kwarda, tapi faktanya justru diambil alih wakil ekretaris Hutabri.
Dikabarkan, dalam mengelola dana tersebut, Hutabri diperintah ketua Kwarda, Dr Moh Hidayat Lamakarate, kini Sekprov Sulteng, sekaligus calon Gubernur Sulteng 2020.
Seperti diketahui, dalam manajemen organisasi, tugas dan fungsi sekretaris itu adalah menjalankan tugas administrasi, bukan mengelola uang.
Sesuai informasi, dana sumbangan yang dikelola Hutabri sebesar Rp 950 juta dari sekitar 1,5 miliar, hal mana aliran penggunaannya dipertanyakan sejumlah pengurus Kwarda.
Disinyalir, dana 950 juta itu hanya dipakai untuk membiayai pelaksanaan Rakerda 2019 sebesar Rp 250 juta, Rakerda 2020 Rp 40 juta, dan kegiatan perkemahan persaudaraan Rp 40 juta, serta pembiayaan lain yang konon tidak diperuntukan ke pengungsi korban tsunami dan likuifaksi di petobo dan balaroa.
Saat dikonfirmasi via telepon seluler pada senin malam (15/6/3020), wakil sekretaris Kwarda itu enggan berkomentar.
Dikatakan Hutabri, pihaknya tidak mau menjelaskan persoalan ini secara detail sebelum bertemu langsung dengan awak bangkep pos.
“Kan bapak belum kenal saya, dan saya juga belum kenal bapak. Jadi baiknya kita ketemu saja dulu, biar lebih jelas pak,”ujar Hutabri.
Tak hanya itu, Hutabri juga meminta agar masalah ini tidak diberitakan, karena masih dalam proses pemeriksaan LPK.
Ketua harian Kwarda Sulteng, Baharudin HT lain lagi. Dihubungi via wa pihaknya mengatakan bahwa sesuai mekanisme organisasi, masalah tersebut sedang ditangani LPK.
“Diharapkan persoalan ini selesai minggu depan, sesuai jadwal pemeriksaan di LPK, dan hasilnya akan saya informasikan” ujar Baharudin.
Sementara itu, diikonfirmasi lewat whatsap terkait kasus uang kas yang berlarut larut, bahkan sudah mempora porandakan eksistensi kepengurusan Kwarda itu, ketua Kwarda Sulteng Moh Hiyadat menyatakan pihaknya tidak pernah menugaskan wakil sekretaris Hutabri mengelola dana.
“Saya menunjuk KPA (kuasa pengguna anggaran, red) untuk mengelolah dana bansos dan dana lainnya” tegas Hidayat.
Selanjutnya diungkapkan, tidak benar dana raker 2019 senilai Rp 250 juta, rakerda 2020 Rp 40 juta, serta dana perkemahan persaudaraan berasal dari dana sumbangan untuk bencana, melainkan itu semua dari dana bansos hibah pemprov.
“Jadi memang harus diklarifikasi pak. Saya tidak akan mengganggu profesionalisme komiu dalam bekerja. Jika memang komiu harus memuat berita itu, tentu dengan berita yang berimbang” ujar Hidayat Lamarate.
Tetapi baiklah, yang pasti menurut sejumlah sumber, bukan cuma duit 950 juta ditangan Hutabri yang periksa LPK, namun ada banyak dana lain yg melibatkan empat orang pengurus Kwarda.
Dana dimaksud antara lain uang sumbangan bencana dari beberapa pihak yang disetor tunai ke pengurus Kwarda sebesar 600 san juta, dana bansos dari APBD provinsi 2018 – 2019 sebesar Rp 1 Miliar, “proyek” Kemenpora 2018 – 2019 Rp 300 juta, dan “proyek” Dispora 2018 -2019 sebesar Rp 100 juta.
Hebatnya, dana-dana tersebut sangat diduga dikelola langsung oleh tiga sekretaris Kwarda, dan tidak pernah dilaporkan hasil pengelolaannya, baik internal maupun kepada Rakerda sebagaimana ditunjuk SK Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka. (red/bangkep pos)