PALU – Buserinvestigasi.com – Kepala Perwakilan Komnas HAM RI Provinsi Sulawesi Tengah Dedi Askary, SH mengatakan, pembahasan rancangan Perpres terkait pelibatan TNI dalam penanganan terorisme, penting untuk diperhatikan azas keterbukaan dan transparansi.
Penegasan ini disampaikan Dedi Askary di kota Palu, senin (10/8/2020), sebagai respon atas
pernyataan Menkopolhukam yang berupaya mempercepat pembahasan Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) tertanggal 9 Mei 2019 tentang Tugas Tentara
Nasional Indonesia dalam mengatasi aksi terorisme.
Menurut Dedi, terkait hal itu secara resmi Komnas HAM RI telah menyampaikan kepada Presiden RI melalui surat No. 056/TUA/VI/2020, tertanggal 17 juni 2020 lalu.
Hal mana, Komnas HAM meminta agar pembahasan terhadap Ranperpres dilakukan secara terbuka dan transparan.
” Itu sebagai bagian dari proses pembentukan hukum yang menghormati hak partisipasi publik, sebagaimana diatur dalam UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,” tegas Dedi Askary
Selain itu, Dedi Askary juga berharap agar dalam penyusunan dan Pembahasan ranperpres tersebut tetap melandaskan pada kerangka criminal justic system bukan war model sebagaimana spirit dalam UU No. 5 Tahun 2018.
Dikatakan, hakikatnya peran TNI dalam pemberantasan tindak pidana teeorisme bersifat bantuan dan hanya operasi militer selain perang.
“Hal itu sebagaimana diatur dalam UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) khususnya Pasal 7 ayat (3) sehingga seharusnya lebih bersifat ad hoc,” tukas Dedi.
Regulasi terkait pelibatan TNI dalam penanganan terorisme, kata Dedi, sebaiknya lebih bersifat harmonisasi dan meletakan Kepolisian dan BNPT sebagai instansi utama dalam upaya pemberantasan tindak pidana terorisme, sehingga tidak akan tumpang tindih dalam implementasi dan tata kelola dengan lembaga lain,” urainya.
Karena itu, Dedi Askari menilai idealnya Pemerintah melakukan kebijakan pemberantasan terorisme tetap dalam kerangka penegakan hukum pidana sebagai perwujudan negara hukum yang menghormati HAM dan demokrasi, dan mengendalikan peran militer pada profesionalisme sebagaimana diatur dalam UUD 1945 dan TAP MPR terkait pemisahan Polri dan TNI.**
Editor : Irfan Pontoh