BUSERINVESTIGASI – PEKANBARU – Sidang Bupati Bengkalis non aktif, Amril Mukminin terkait dugaan gratifikasi proyek pembangunan jalan Duri-Sei Pakning, kembali digelar di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis (9/7/20).
Dalam pelaksanaan sidang kali ini, 4 orang saksi dihadirkan . Yakni : Indra Gunawan yang akrab disapa Ngah Eet Mantan Anggota DPRD Bengkalis, Syahrul Ramadhan, Abdul Kadir dan Zuhelmi.
Berdasarkan hasil pantau media,yang turut hadir dalam persidangan Bupati Bengkalis non Aktif Amril Mukminin. Tampak terlihat dihadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Lilin Herlina SH MH, Indra Gunawan membantah telah menerima uang ketuk palu. Dia mengaku, yang pada saat itu tidak ikut rapat pengesahan Proyek Jalan Multiyears.
“Saya tidak ada menerima uang itu Yang Mulia. Saya tidak ikut rapat, karena saya tidak ada jabatan saat itu,” sebut Indra.
Dalam persidangan tersebut Hakim kembali menegaskan, jika keterangan tiga saksi pada persidangan lalu menyebutkan, bahwa saksi Indra menerima uang ketuk palu. Lagi-lagi,kembali Indra Gunawan membantahnya.
“Tidak ada yang Mulia. Saya kan tadi sudah disumpah,” kembali bantah Indra, mantan Anggota DPRD Bengkalis 2009-2014 itu.
Mendengarkan bantahan yang disampaikan saksi Indra Gunawan, Hakim Lilin pun mulai mengingatkan saksi untuk tidak berbohong di persidangan. Karena, ada sanksi bagi saksi yang memberikan keterangan palsu.
“Saya ingatkan saudara ya, silahkan saudara membantah seperti itu. Saudara sudah disumpah, kalau sumpah palsu akan ada ancaman hukumannya,” tegas Hakim Lilin.
Atas peringatan hakim itu, Indra tetap dengan pendirian kesaksian yang diberikannya. Bahkan siap menerima konsekwensi dan atau sanksi atas keterangannya itu.
Hakim kembali menanyakan kenapa saksi mengetahui adanya uang ketuk palu dalam pengesahan proyek itu. Indra menyebutkan, informasi itu disampaikan oleh Ketua Fraksi Firzal Fudail.
Didalam kesaksiannya juga Indra mengaku sempat menasehatkan Firzal, untuk tidak menerima uang ketuk palu itu. Karena akan ada OTT dari Polres Bengkalis.
Hakim sempat marah saat Indra selalu menjawab tidak tau saat dikonfirmasi tentang jalan atau tidaknya proyek itu. Dia selalu beralasan tidak ikut rapat pembahasan hingga pengesahan, karena tidak masuk dalam anggota.
“Masa saksi jawab tidak tau. Emang saksi kerjanya tidur saja di Bengkalis itu, sehingga tidak mengetahui kalau ada pembangunan jalan,” sebut Lilin, yang disambut dengan suasana tawa dari pengunjung sidang.
Keterangan Indra didalam kesaksiannya berbanding terbalik dengan keterangan tiga saksi sebelumnya yakni, Jamal Abdillah, Firzal Fudhail dan Abdurrahman Atan.
Firzal mengakui dirinya menerima satu kantong plastik yang berisikan 3 bungkus kertas. Yang mana, 3 bungkus kertas itu berisikan uang.
“Pernah menerima uang Rp 50 juta dari Sahrul, orangnya Jamal Abdillah (Ketua DPRD Bengkalis saat itu). Katanya uang ketuk palu. Tapi saya tidak tahu sumber uang dari mana,” tuturnya.
“2 (bungkus kertas) lagi untuk Amril Mukminin dan Indra Gunawan Eet,” sambungnya lagi.
Dilanjutkannya, dirinya tidak tahu berapa isi yang 2 bungkus untuk Amril Mukminin dan Indra Gunawan Eet.
“Tidak tahu, bisa jadi sama. Untuk Amril saya kasih di Hotel Furaya Pekanbaru. Saat itu kami berkomunikasi, saya bilang saya di Furaya. Terus Amril datang, ya saya kasih uang itu. Kalau untuk Eet (Indra Gunawan), saya kasih keesokan harinya di Bengkalis,” lanjutnya.
Firzal menjelaskan, setelah selesai ketuk palu, proyek pembangunan Jalan Duri-Sei Pakning itu tidak terlaksana. Sampai periodenya selesai, proyek tersebut tidak terlaksana.
Untuk diketahui, Amril Mukminin didakwa JPU KPK dalam perkara dugaan gratifikasi. Jumlahnya beragam. Ada yang Rp5,2 miliar. Dan ada juga sebanyak Rp23,6 miliar lebih.
Uang Rp5,2 miliar, berasal dari PT Citra Gading Asritama (CGA) dalam proyek pembangunan Jalan Duri–Sei Pakning. Sedangkan uang Rp 23,6 miliar lebih itu, dari dua orang pengusaha sawit.
Uang dari pengusaha sawit itu diterima Amril melalui istrinya, Kasmarni. Ada yang dalam bentuk tunai, maupun transfer.
Atas perbuatannya, Amril dijerat dalam Pasal 12 huruf a, Pasal 11, dan Pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi…….(Team)
EDITOR: IRS